Penyelidik Kasus Pembunuhan Presiden Haiti Diancam Dibunuh

Jakarta, CNN Indonesia --

Berbagai aparat keamanan Haiti yang terlibat penyelidikan pembunuhan mendiang Presiden Jovenel Moise dilaporkan menerima serangkaian ancaman pembunuhan.

Moise ditembak kelompok tak dikenal di rumah pribadi pada Rabu (7/7) dini hari waktu setempat. Ia tewas diberondong tembakan 28 anggota regu pembunuh yang terdiri dari dari 26 warga Kolombia dan dua warga Amerika Serikat keturunan Haiti.

Menurut dokumen Kementerian Kehakiman Haiti yang bocor, para penyelidik mengaku merasa dihantui bahaya yang akut selama berupaya mengungkap dalang di balik pembunuhan Moise.


Tak hanya ancaman pembunuhan, berbagai upaya misterius juga terjadi guna mempengaruhi investigasi, mulai dari kesulitan aparat mengakses tempat kejadian perkara hingga mendapatkan saksi mata dan barang bukti.

Berbagai kesulitan itu menyebabkan pihak berwenang terpaksa melakukan penyelidikan berulang kali, yang menurut sejumlah ahli hukum menyimpang dari protokol yang ditetapkan.

"Hey petugas, bersiap-siap peluru menusuk kepala Anda, mereka telah memberikan perintah dan Anda terus melakukan omong kosong," bunyi sebuah pesan anonim kepada salah satu penyidik pada 16 Juli yang didapat CNN.

Salah satu hakim yang secara resmi mendokumentasikan rumah dan jasad Moise beberapa jam usai pembunuhan terjadi, Carl Henry Destin, terpaksa bersembunyi dua hari setelah insiden terjadi karena mendapat ancaman.

"Saya tidak sedang berada di rumah saat ini ketika berbicara dengan Anda sekarang. Saya harus bersembunyi di suatu tempat yang jauh untuk bisa berbicara dengan Anda," ucap Destin kepada CNN.

Destin mengaku menerima beberapa panggilan telepon tak dikenal yang mengancam dia sejak melakukan penyelidikan pembunuhan Moise.

Selain Destin, petugas keamanan yang bekerja dengan Destin dan hakim investigasi lainnya juga menjadi sasaran ancaman pembunuhan.

Pada 12 Juli, National Association of Haiti Clerks merilis surat terbuka yang meminta perhatian "nasional dan internasional" terhadap ancaman pembunuhan yang diterima dua aparat lokal Marcelin Valentin dan Waky Philostene. Surat itu menuntut Menteri Kehakiman Haiti Rockefeller Vincent untuk menjamin keselamatan kedua aparat tersebut.

Dokumen yang bocor itu menjelaskan bahwa Valentine menerima panggilan telepon yang mengintimidasi pada 9 Juli ketika mendokumentasikan dua jasad tersangka pembunuhan Moise.

Penelepon misterius itu menuntut informasi terkait hasil penyelidikan aparat dan mengancam akan membunuh Valentin jika menolak menghapus beberapa nama tertentu dari laporan penyelidikan atau menolak mengubah pernyataan saksi mata.

"Saya lihat Anda tetap menyelidiki kasus pembunuhan presiden, mereka meminta Anda menghapus dua nama dan Anda menolaknya. Saya peringatkan Anda dan Anda menolak, tapi saya mengetahui segala pergerakan Anda," bunyi pesan singkat yang diterima Valentine.

Di samping berbagai ancaman, hingga kini aparat juga masih belum bisa mendapatkan rekaman CCTV di kediaman Moise di malam pembunuhan terjadi. Kesaksian dari lebih 20 tersangka asing yang ditahan dan belasan petugas polisi di lingkungan kediaman Moise juga belum bisa diketahui.

Menurut sumber yang terlibat penyelidikan, tim penyidik juga kesulitan mencari bukti di lokasi kejadian lantaran protokol yang membingungkan di TKP mengakibatkan hilangnya sejumlah informasi kunci soal pembunuhan.

Situasi semakin janggal ketika berbagai sumber yang terlibat penyelidikan membenarkan bahwa sejumlah saksi kunci pembunuhan Moise diizinkan meninggalkan TKP hingga hilang sebelum aparat meminta kesaksian mereka.

"Ketika saya sampai di rumah presiden, tidak ada petugas polisi di pos keamanan seperti biasanya. Begitu saya mengidentifikasi diri saya sebagai hakim, kemudian datang beberapa agen tanpa identitas dan lencana yang tepat. Mereka tampak seperti petugas polisi, tapi saya tidak bisa memberi tahu Anda siapa mereka sebenarnya," kata Destin.

(rds/dea)

[Gambas:Video CNN]

0 Response to "Penyelidik Kasus Pembunuhan Presiden Haiti Diancam Dibunuh"

Post a Comment